Landasan
Pengembangan kurikulum
لاغ شفشاقئش
Landasan Pengembangan kurikulum
Pengembangan
kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya mencakup: perencanaan,
penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun
kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan
untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik.
Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha
mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi
kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan
seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program
yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri. Dalam
pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung
dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang,
seperti : politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur – unsur
masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan.
Prinsip-prinsip
yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya
merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam
pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang
dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip
baru. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan
sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum
yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak
sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum. Dalam
hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip
pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok : (1) prinsip –
prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas;
(2) prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan,
prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan
pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan
alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian.
Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam
pengembangan kurikulum, yaitu :
- Prinsip relevansi; secara
internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen
kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan
secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan
tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis),
tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan
dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
- Prinsip fleksibilitas; dalam
pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat
luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya
penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu
yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.
- Prinsip kontinuitas; yakni
adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara
horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus
memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar
jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis
pekerjaan.
- Prinsip efisiensi; yakni
mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu,
biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat
sehingga hasilnya memadai.
- Prinsip efektivitas; yakni
mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa
kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Terkait
dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, terdapat sejumlah
prinsip-prinsip yang harus dipenuhi, yaitu :
- Berpusat pada potensi,
perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki
posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut
pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi,
perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan
lingkungan.
- Kurikulum dikembangkan dengan
memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan
jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan
adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi
substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan
diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan
yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
- Tanggap terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar
kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara
dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta
didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni.
- Relevan dengan kebutuhan
kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku
kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan
kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia
usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi,
keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan
keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
- Menyeluruh dan
berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi
kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan
dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
- Belajar sepanjang hayat.
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum
mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal
dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang
selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
- Seimbang antara kepentingan
nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum dikembangkan dengan
memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan
kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan
motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Pemenuhan
prinsip-prinsip di atas itulah yang membedakan antara penerapan satu Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan dengan kurikulum sebelumnya, yang justru tampaknya
sering kali terabaikan. Karena prinsip-prinsip itu boleh dikatakan sebagai ruh
atau jiwanya kurikulum
Dalam
mensikapi suatu perubahan kurikulum, banyak orang lebih terfokus hanya pada
pemenuhan struktur kurikulum sebagai jasad dari kurikulum . Padahal jauh lebih
penting adalah perubahan kutural (perilaku) guna memenuhi prinsip-prinsip
khusus yang terkandung dalam pengembangan kurikulum.
Nana
Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam pengembangan
kurikulum, yaitu: (1) filosofis; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4)
ilmu pengetahuan dan teknologi. Tapi sebelum uraian tentang landasan
pengembangan kurikulum dari Nana Syaodih Sukmadinata kita lihat faktor-faktor
pengembangan kurikulum .
1.
FILOSOFI merupakan konseptual dan ideal
2.
PSIKOLOGIS rencana belajar untuk pengalaman
3.
SOSIAL BUDAYA dalam hal ini masyarakat (siswa, keluarga, masyarakat
umum) merupakan sesuatu yang nyata
4.
ILMU DAN TEKNOLOGI arahnya bahwa pendidikan tidak hanya untuk sekarang
tetapi untuk masa depan
Menurut
Hansiswany Kamarga dalam Landasan Dan Prinsip Pengembangan Kurikulum
Landasan
Filosofis
Filsafat
memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam
Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti :
perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan
rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum berlandaskan pada aliran-aliran
filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi
kurikulum yang dikembangkan.
Hubungan
Antara Filsafat Dengan Filsafat Pendidikan
Donald
Butler (1957), filsafat memberikan arah & metodologi terhadap praktek
pendidikan; praktek pendidikan memberikan bahan bagi pertimbangan filsafat
- Brubacher (1950), mengemukakan
4 pandangan tentang hubungan ini :
- Filsafat merupakan dasar utama
dalam filsafat pendidikan
- Filsafat merupakan bunga, bukan
akar pendidikan
- Filsafat pendidikan berdiri
sendiri sebagai disiplin yang mungkin memberi keuntungan dari kontak
dengan filsafat, tetapi kontak tersebut tidak penting
- Filsafat dan teori pendidikan
menjadi satu
- John Dewey, filsafat dan
filsafat pendidikan adalah sama, seperti pendidikan sama dengan kehidupan
Dengan
merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan
tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan
pengembangan kurikulum.
Perenialisme
lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada
warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting
dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham
ini menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat
pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
Essensialisme
menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan
keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang
berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai
dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama
halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
Eksistensialisme
menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna.
Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini
mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ?
Progresivisme
menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta
didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan
bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
Rekonstruktivisme
merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme,
peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang
perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh
menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran
ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan
melakukan sesuatu ? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada
proses.
Aliran
Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran
filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis.
Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model
Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak
diterapkan dalam pengembangan Model Kurikulum Interaksional.
Masing-masing
aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena
itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung
dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan
berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan.
Landasan
Psikologis
Nana
Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang
psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan
dan (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang
mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam
psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan
perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu,
serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan
kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku
individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat
belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya
dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
Masih
berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori
psikologi yang mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip
pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa
kompetensi merupakan “karakteristik mendasar dari seseorang yang merupakan
hubungan kausal dengan referensi kriteria yang efektif dan atau penampilan yang
terbaik dalam pekerjaan pada suatu situasi“.
Selanjutnya,
dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu :
- motif; sesuatu yang dimiliki
seseorang untuk berfikir secara konsisten atau keinginan untuk melakukan
suatu aksi.
- bawaan; yaitu karakteristik
fisik yang merespons secara konsisten berbagai situasi atau informasi.
- konsep diri; yaitu tingkah
laku, nilai atau image seseorang;
- pengetahuan; yaitu informasi
khusus yang dimiliki seseorang; dan
- keterampilan; yaitu kemampuan
melakukan tugas secara fisik maupun mental.
Keterampilan
dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada permukaan ciri-ciri seseorang,
sedangkan konsep diri, bawaan dan motif lebih tersembunyi dan lebih mendalam
serta merupakan pusat kepribadian seseorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan
dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan. Pelatihan merupakan hal tepat untuk
menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih
sulit untuk dikenali dan dikembangkan.
Landasan Sosial-Budaya
Kurikulum
dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan,
kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa
pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke
lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun
memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja
dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat. Peserta didik berasal
dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam
lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan
masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan
dan sekaligus acuan bagi pendidikan. Dengan pendidikan, kita mengharapkan
melalui pendidikan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan
masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus
disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan
yang ada di masyakarakat. Karena setiap lingkungan masyarakat masing-masing
memiliki sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola
hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial
budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan
berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari
agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya
Israel
Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan
manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan
membuat peradaban masa yang akan datang.
Landasan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi
Pada
awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia masih relatif
sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat.
Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan
dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang. Dalam abad pengetahuan
sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan dengan standar mutu
yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat
sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan
kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana
belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan,
serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian
karena berbagai penemuan teknologi baru terus berkembang. Perkembangan dalam
bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan
komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu,
kurikulum seyogyanya arahnya bersifat tidak hanya untuk sekarang tetapi untuk
masa depan dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan
sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kepentingan
bersama, kepnetingan sendiri dan kelangsungan hidup manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar